![]() |
| Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG), Akhirun Piliang mengenakan rompi usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Medan.(foto : kompas) |
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (5/10/2025), Jaksa Eko Prayitno menyatakan kedua terdakwa terbukti memberikan suap kepada mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Ginting, untuk memenangkan proyek pembangunan jalan Sipiongot–batas Labuhanbatu dan Kutalimbaru–Padang Lawas Utara.
Topan Ginting, yang dikenal dekat dengan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, disebut menerima Rp50 juta dan dijanjikan komitmen fee 4 persen dari nilai proyek senilai Rp231 miliar, hasil pergeseran anggaran lewat Peraturan Gubernur Sumut.
Jaksa menuntut Akhirun dengan denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan, sementara Rayhan didenda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Keduanya terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Selain itu, Akhirun dan Rayhan juga terbukti memberi uang kepada pejabat di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumut dengan total suap mencapai Rp4,4 miliar. Uang itu digunakan untuk mengatur proyek di Dinas PUPR Sumut dan BBPJN Wilayah I Sumut.
Jaksa mengungkap, Topan Ginting menerima Rp2 miliar sebagai pembayaran awal dari komisi sebesar 4–5 persen atau sekitar Rp9–11 miliar dari total nilai proyek.
Dalam persidangan, Majelis Hakim sempat menyinggung kemungkinan menghadirkan Bobby Nasution sebagai saksi. Namun, Jaksa KPK menyatakan belum ada relevansi langsung sehingga pemanggilan belum dilakukan.
Kasus ini juga menyeret empat tersangka lain, yakni Topan Ginting (mantan Kadis PUPR Sumut), Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua PUPR Sumut), Heliyanto (Satker PJN Wilayah I Sumut), serta Akhirun dan Rayhan yang kini disidangkan.
KPK menilai praktik suap ini mencerminkan kolusi antara pejabat publik dan kontraktor dalam pengaturan proyek infrastruktur daerah, dengan potensi kerugian negara mencapai miliaran rupiah.
