![]() |
| (Foto : Tribunnews.com) |
CARIFAKTA.COM — JAKARTA. Ketegangan antara politisi PDIP dan PSI kembali menghangat setelah saling sindir yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Perseteruan terbaru dipicu pernyataan Ketua Harian PSI, Ahmad Ali, yang menyindir soal “nenek-nenek yang puluhan tahun menjadi ketua partai.”
Meski tidak menyebut nama, sindiran itu secara luas ditafsirkan mengarah pada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Sindiran tersebut dibalas oleh politisi PDIP, Guntur Romli, yang menyinggung sikap Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Guntur mengingatkan bahwa Jokowi pernah menyatakan ingin kembali ke Solo untuk momong cucu setelah selesai menjabat sebagai kepala negara.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menilai perang sindiran antara PDIP dan PSI mencerminkan semakin ketatnya persaingan dua kekuatan politik yang berada di jalur yang sama.“Pertarungan wacana PSI–PDIP sekarang ibarat dua pengemudi yang masuk ke satu jalur sempit,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (26/11/2025).
Arifki menilai kedua partai memiliki ceruk pemilih yang mirip, terutama kelompok nasionalis, pemilih muda, serta masyarakat digital yang kini dominan dalam pembentukan opini publik.
“Jika PSI saat ini punya ikon Jokowi, PDIP sejak lama punya Megawati. Namun tak bisa dipungkiri bahwa Jokowi sendiri berasal dari PDIP,” katanya.
Menurut Arifki, gesekan yang muncul bukan karena salah satu partai berada di jalur keliru, tetapi karena keduanya berebut ruang manuver yang sama.
Di sisi lain, momentum saat ini membuat tiap partai sedang merapikan struktur internal dan memperkuat basis dukungan menjelang dinamika politik nasional yang semakin cepat.
Arifki menjelaskan, strategi komunikasi kedua partai juga memperkuat persaingan yang kian sengit.“PSI memainkan strategi akselerasi, serangan cepat, satir, dan memancing viralitas. PDIP yang punya kelembagaan kuat dan tradisional juga ikut bermain dengan narasi serupa agar tidak terlihat pasif,” ujarnya.
Ia menyebut situasi ini seperti “manuver berisiko” di jalan sempit.“PSI sesekali menggeser ke kiri untuk menyalip narasi lama, sementara PDIP mempertahankan laju dengan serangan balik. Ketika keduanya bergerak di ruang yang sama, benturan wacana hampir tak terhindarkan,” kata Arifki. DB
