![]() |
| Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (28/11/2025).( Foto : KOMPAS.com) |
CARIFAKTA.COM – JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Pendalaman ini dilakukan usai pemeriksaan terhadap dua pejabat penting Kemenaker periode sebelumnya, yakni Maruli Hasoloan dan Rahmawati, Senin (1/12/2025).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan penyidik menelusuri prosedur resmi pengurusan RPTKA, termasuk regulasi yang memungkinkan agen TKA memperoleh ID khusus sehingga dapat mewakili perusahaan pengguna tenaga kerja asing.
“Untuk saksi saudara MH (Maruli Hasoloan), penyidik mendalami terkait prosedur pengurusan RPTKA di Kemenaker, termasuk regulasi pemberian badge khusus bagi agen TKA,” ujar Budi, Rabu (3/12/2025).
Selain Maruli, KPK juga memeriksa Rahmawati, Direktur PPTKA Kemenaker tahun 2015–2017. Pemeriksaan fokus pada mekanisme pengurusan RPTKA saat masih dilakukan secara manual, serta dugaan adanya permintaan uang tidak resmi kepada agen TKA.
“Saksi RAH dimintai keterangan mengenai prosedur RPTKA tahun 2015–2017 yang masih manual. Selain itu, saksi memberikan informasi terkait adanya permintaan uang kepada para agen TKA,” jelas Budi.
8 Pejabat dan Staf Kemenaker Jadi Tersangka
Kasus pemerasan izin RPTKA ini telah menyeret 8 orang tersangka yang ditahan secara bertahap sejak pertengahan Juli 2025. Mereka terdiri dari pejabat eselon hingga staf Kemenaker:
-
Suhartono (SH) – eks Dirjen Binapenta dan PKK
-
Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta 2024–2025 / Staf Ahli Menaker
-
Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA 2017–2019
-
Devi Angraeni (DA) – Koordinator Uji Kelayakan Pengendalian Penggunaan TKA
-
Gatot Widiartono (GTW) – Kasubdit Maritim dan Pertanian
-
Putri Citra Wahyoe (PCW) – staf
-
Jamal Shodiqin (JMS) – staf
-
Alfa Eshad (ALF) – staf
Menurut KPK, para tersangka menerima total uang pemerasan Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA dalam kurun waktu 2019–2024. Uang tersebut diduga berasal dari praktik “jual beli izin” yang telah berlangsung sistematis.
Rincian penerimaan uang haram tersebut antara lain:
-
Suhartono – Rp 460 juta
-
Haryanto – Rp 18 miliar
-
Wisnu Pramono – Rp 580 juta
-
Devi Angraeni – Rp 2,3 miliar
-
Gatot Widiartono – Rp 6,3 miliar
-
Putri Citra Wahyoe – Rp 13,9 miliar
-
Alfa Eshad – Rp 1,8 miliar
-
Jamal Shodiqin – Rp 1,1 miliar
KPK memastikan pendalaman akan terus dilakukan guna mengungkap peran tiap pihak, alur permintaan uang, hingga penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian izin penggunaan tenaga kerja asing.
“Penyidik masih terus memeriksa saksi-saksi lain untuk mengungkap seluruh rangkaian peristiwa,” kata Budi.
Kasus ini menjadi salah satu operasi besar KPK di sektor ketenagakerjaan, terutama terkait layanan perizinan yang rawan disalahgunakan karena nilai ekonomi yang besar. DB
