![]() |
| (Foto : KOMPAS.com) |
CARIFAKTA.COM – JAKARTA. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, membantah isu yang menyebut dirinya terlibat, terafiliasi, atau memiliki saham di perusahaan pulp PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU). Bantahan itu disampaikan melalui Juru Bicaranya, Jodi Mahardi, pada Kamis (4/12/2025).
“Sehubungan dengan beredarnya berbagai informasi simpang siur mengenai tuduhan bahwa Bapak Luhut memiliki keterlibatan atau kepemilikan di Toba Pulp Lestari, kami menyampaikan klarifikasi resmi,” ujar Jodi.
Ia memastikan bahwa Luhut tidak memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan tersebut. Setiap klaim yang mengaitkan Luhut dengan TPL disebut tidak berdasar dan keliru.
“Pak Luhut tidak memiliki, tidak terafiliasi, dan tidak terlibat dalam bentuk apa pun. Setiap klaim terkait keterlibatan beliau adalah informasi keliru,” tegasnya.
Jodi mengimbau publik untuk berhati-hati menyebarkan informasi yang belum terverifikasi agar tidak menimbulkan disinformasi.
Kronologi Polemik: TPL Dituding Sebabkan Banjir
Isu ini muncul seiring polemik lingkungan yang melibatkan Toba Pulp Lestari setelah banjir besar melanda Sumut, Aceh, dan Sumbar dalam beberapa pekan terakhir.
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, bahkan menyatakan kesiapan untuk mengeluarkan rekomendasi penutupan operasional TPL.
Rencana tersebut diumumkan Bobby setelah bertemu perwakilan Gerakan Oikumenis, unsur HKBP, dan masyarakat adat pada 24 November 2025. Ia bahkan dijadwalkan menandatangani surat rekomendasi penutupan pada 1 Desember 2025, namun hingga kini TPL mengaku belum menerima salinan resmi.
Perusahaan menyebut proses tersebut masih dalam tahap penyusunan sambil menunggu evaluasi operasional dari gubernur.
TPL Bantah Jadi Penyebab Banjir dan Kerusakan Lingkungan
Corporate Secretary INRU, Anwar Lawden, menegaskan bahwa operasional perusahaan tidak menyebabkan banjir maupun kerusakan ekologis.
Ia menuturkan bahwa Hutan Tanaman Industri (HTI) perusahaan telah memenuhi penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak independen.
Dari total 167.912 hektare konsesi, hanya 46.000 hektare yang ditanami eucalyptus. Sisanya dijadikan kawasan lindung dan konservasi.
Anwar menambahkan bahwa perusahaan telah 30 tahun membuka ruang dialog dengan masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah, serta aktivitas operasional selalu memenuhi izin dan diawasi lembaga independen. Audit KLHK tahun 2022–2023 juga menyatakan perusahaan “TAAT” tanpa temuan pelanggaran.
Dorongan Penutupan Menguat dari Masyarakat Adat
Rencana rekomendasi penutupan menguat sejak aksi ribuan warga dari berbagai kabupaten di Tapanuli Raya dan Danau Toba pada 10 November 2025.
Mereka membawa gondang Batak, ulos, serta spanduk bertuliskan “Selamatkan Tanah Batak, Tutup TPL”.
Direktur Program KSPPM, Rocky Pasaribu, menegaskan bahwa gerakan tersebut lahir dari penderitaan panjang warga akibat konflik dengan perusahaan.
“Kita ingin memastikan Gubernur menutup TPL,” ujarnya.
Sementara itu, Sekber Gerakan Oikumenis menilai langkah penghentian operasional menjadi harapan baru bagi masyarakat adat yang mengalami kriminalisasi, perampasan lahan, dan kerusakan lingkungan.
Gubernur Bobby: Rekomendasi Harus Berdasarkan Data
Bobby Nasution menegaskan bahwa rekomendasi penutupan harus memuat data yang kuat, mulai dari dampak lingkungan hingga dampak terhadap tenaga kerja dan masyarakat.
“Keputusan tidak boleh asal mencabut izin. Pemerintah pusat perlu dasar yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Ia memastikan pembahasan berlangsung bersama pemerintah kabupaten, Forkopimda, dan elemen masyarakat. DB
“Sehubungan dengan beredarnya berbagai informasi simpang siur mengenai tuduhan bahwa Bapak Luhut memiliki keterlibatan atau kepemilikan di Toba Pulp Lestari, kami menyampaikan klarifikasi resmi,” ujar Jodi.
Ia memastikan bahwa Luhut tidak memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan tersebut. Setiap klaim yang mengaitkan Luhut dengan TPL disebut tidak berdasar dan keliru.
“Pak Luhut tidak memiliki, tidak terafiliasi, dan tidak terlibat dalam bentuk apa pun. Setiap klaim terkait keterlibatan beliau adalah informasi keliru,” tegasnya.
Jodi mengimbau publik untuk berhati-hati menyebarkan informasi yang belum terverifikasi agar tidak menimbulkan disinformasi.
Kronologi Polemik: TPL Dituding Sebabkan Banjir
Isu ini muncul seiring polemik lingkungan yang melibatkan Toba Pulp Lestari setelah banjir besar melanda Sumut, Aceh, dan Sumbar dalam beberapa pekan terakhir.
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, bahkan menyatakan kesiapan untuk mengeluarkan rekomendasi penutupan operasional TPL.
Rencana tersebut diumumkan Bobby setelah bertemu perwakilan Gerakan Oikumenis, unsur HKBP, dan masyarakat adat pada 24 November 2025. Ia bahkan dijadwalkan menandatangani surat rekomendasi penutupan pada 1 Desember 2025, namun hingga kini TPL mengaku belum menerima salinan resmi.
Perusahaan menyebut proses tersebut masih dalam tahap penyusunan sambil menunggu evaluasi operasional dari gubernur.
TPL Bantah Jadi Penyebab Banjir dan Kerusakan Lingkungan
Corporate Secretary INRU, Anwar Lawden, menegaskan bahwa operasional perusahaan tidak menyebabkan banjir maupun kerusakan ekologis.
Ia menuturkan bahwa Hutan Tanaman Industri (HTI) perusahaan telah memenuhi penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak independen.
Dari total 167.912 hektare konsesi, hanya 46.000 hektare yang ditanami eucalyptus. Sisanya dijadikan kawasan lindung dan konservasi.
Anwar menambahkan bahwa perusahaan telah 30 tahun membuka ruang dialog dengan masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah, serta aktivitas operasional selalu memenuhi izin dan diawasi lembaga independen. Audit KLHK tahun 2022–2023 juga menyatakan perusahaan “TAAT” tanpa temuan pelanggaran.
Dorongan Penutupan Menguat dari Masyarakat Adat
Rencana rekomendasi penutupan menguat sejak aksi ribuan warga dari berbagai kabupaten di Tapanuli Raya dan Danau Toba pada 10 November 2025.
Mereka membawa gondang Batak, ulos, serta spanduk bertuliskan “Selamatkan Tanah Batak, Tutup TPL”.
Direktur Program KSPPM, Rocky Pasaribu, menegaskan bahwa gerakan tersebut lahir dari penderitaan panjang warga akibat konflik dengan perusahaan.
“Kita ingin memastikan Gubernur menutup TPL,” ujarnya.
Sementara itu, Sekber Gerakan Oikumenis menilai langkah penghentian operasional menjadi harapan baru bagi masyarakat adat yang mengalami kriminalisasi, perampasan lahan, dan kerusakan lingkungan.
Gubernur Bobby: Rekomendasi Harus Berdasarkan Data
Bobby Nasution menegaskan bahwa rekomendasi penutupan harus memuat data yang kuat, mulai dari dampak lingkungan hingga dampak terhadap tenaga kerja dan masyarakat.
“Keputusan tidak boleh asal mencabut izin. Pemerintah pusat perlu dasar yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Ia memastikan pembahasan berlangsung bersama pemerintah kabupaten, Forkopimda, dan elemen masyarakat. DB
