![]() |
| Empat terdakwa kasus dugaan penghasutan demo Agustus 2025 Delpedro Marhaen,( Foto : Kompas.com ) |
CARIFAKTA.COM – JAKARTA. Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen Rismansyah, menjalani sidang perdana kasus dugaan penghasutan demonstrasi Agustus 2025 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025). Persidangan tersebut diwarnai aksi simbolis, dukungan massa dengan atribut berwarna pink, serta pernyataan Delpedro yang mempertanyakan batas kebebasan berpendapat di Indonesia.
Selain Delpedro, tiga terdakwa lain turut hadir, yakni Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar. Sidang dimulai sekitar pukul 13.31 WIB di ruang sidang lantai 1 PN Jakarta Pusat.
Sesaat setelah memasuki ruang sidang, Delpedro memberikan bunga mawar berwarna pink kepada jaksa penuntut umum (JPU) dan majelis hakim.
“Semakin ditekan, semakin melawan!” teriak Delpedro saat melangkah masuk ruang sidang.
Ia meletakkan mawar di meja JPU sembari berorasi, “Ini untuk jaksa penuntut umum, dan dua untuk majelis hakim yang kami tunggu kehadirannya. Merdeka, merdeka, hidup rakyat.”
Keempat terdakwa juga mengajak seluruh hadirin mengheningkan cipta untuk korban banjir dan longsor di Sumatera. Saat sidang resmi dibuka, Delpedro kembali menyerahkan mawar kepada ketua majelis hakim, yang menanggapinya secara ramah.
“Kami akan mempertanggungjawabkan apa yang kami lakukan. Tapi hal-hal yang tidak kami lakukan, tidak akan kami pertanggungjawabkan,” tegas Delpedro.
Sidang perdana ini dihadiri keluarga terdakwa serta puluhan pendukung, termasuk aktivis dan kuasa hukum dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD). Mereka mengenakan syal atau slayer berwarna pink bertuliskan “Semakin Ditekan, Semakin Melawan.”
Sebelum sidang dimulai, sempat terjadi ketegangan ketika petugas meminta atribut tersebut dilepas. Adu mulut dan aksi saling dorong sempat terjadi, sebelum akhirnya petugas mengizinkan para pendukung tetap membawa atribut ke dalam ruang sidang.
Sidang juga sempat memanas ketika terdakwa Syahdan Husein memamerkan ijazah S1 Universitas Gadjah Mada (UGM) di hadapan majelis hakim.
“Yang Mulia, di situ tertulis pendidikan terakhir saya SMA. Saya ingin membuktikan bahwa saya Sarjana S1 UGM. Ini ijazah aslinya,” ujar Syahdan sambil mengangkat dokumen tersebut.
Aksi itu memicu sorak sorai dan tepuk tangan hadirin. Keramaian membuat ruang sidang gaduh hingga majelis hakim menegur dan meminta seluruh pihak menjaga ketertiban.
“Kami ingin persidangan ini berjalan efektif dan efisien. Jika ada sorak-sorak yang mengganggu, kami akan mengizinkan Saudara untuk berada di luar persidangan,” tegas ketua majelis hakim.
Dalam dakwaannya, JPU menyebut para terdakwa mengunggah sekitar 80 konten media sosial yang dinilai bersifat menghasut terkait aksi Agustus 2025.
“Unggahan tersebut bertujuan menimbulkan kebencian terhadap pemerintah melalui aplikasi Instagram,” ujar JPU.
Konten tersebut juga disebut mendorong pelajar, termasuk anak-anak, untuk meninggalkan sekolah dan berada di garis depan demonstrasi, yang berujung pada kerusuhan, kerusakan fasilitas umum, serta aparat yang terluka.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 28 ayat (2) dan (3) juncto Pasal 45A UU ITE, Pasal 160 KUHP, serta UU Perlindungan Anak juncto Pasal 55 KUHP.
Usai pembacaan dakwaan, Delpedro membacakan pernyataan pribadi yang mewakili seluruh terdakwa. Ia mempertanyakan apakah negara masih melindungi kebebasan berpendapat.
“Apakah negara mampu membedakan antara kritik dan kejahatan? Antara perbedaan pendapat dan penghasutan? Kami bukan penghasut. Kami adalah warga negara yang menjalankan hak konstitusional kami,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa majelis hakim tidak hanya menafsirkan pasal hukum, tetapi juga menjaga masa depan demokrasi.
“Yang Mulia tidak hanya mengadili kami, tetapi mengadili masa depan kebebasan berpendapat di negeri ini,” kata Delpedro.
Keempat terdakwa menyatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada 23 Desember 2025 pukul 09.00 WIB dengan agenda pembacaan eksepsi. DB
