TEBINGTINGGI - Di era digital saat ini, demokrasi telah berevolusi melampaui ruang fisik. Warganet kini bisa bersuara, berdiskusi, bahkan memengaruhi kebijakan publik hanya dengan perangkat di genggaman tangan. Platform media sosial menjadi panggung utama demokrasi digital, di mana kebebasan berekspresi mendapat ruang lebih luas dari sebelumnya. Namun, di balik itu, muncul pula tantangan serius: disinformasi yang masif, cepat menyebar, dan sulit dibendung.
Kebebasan Ekspresi dalam Dunia Digital
Internet memungkinkan siapa saja untuk menyuarakan pendapat, tanpa hambatan geografis dan birokrasi. Demokrasi digital memungkinkan partisipasi politik dari kelompok yang dulu kerap terpinggirkan. Petisi online, diskusi publik, bahkan aksi solidaritas kini bisa terjadi lintas kota hingga lintas negara dalam hitungan jam.
Namun, kebebasan berekspresi ini juga menimbulkan dilema ketika tidak diimbangi dengan tanggung jawab dan literasi digital yang baik. Informasi yang salah, hoaks, hingga ujaran kebencian mudah beredar tanpa verifikasi.
Disinformasi: Musuh Demokrasi Abad ke-21
Disinformasi bukan sekadar berita palsu (hoaks), melainkan informasi yang sengaja disebarkan untuk menyesatkan opini publik. Dalam konteks demokrasi, disinformasi bisa memecah belah masyarakat, menciptakan polarisasi politik, bahkan memicu konflik horizontal.
Fenomena ini semakin mengkhawatirkan saat algoritma media sosial memfilter informasi berdasarkan preferensi pengguna. Akibatnya, orang cenderung hanya menerima informasi yang sejalan dengan keyakinannya—menciptakan “echo chamber” dan mengikis dialog sehat.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Pertanyaan besarnya: siapa yang harus menjaga kualitas demokrasi digital?
-
Pemerintah bertanggung jawab menciptakan regulasi yang tegas namun tidak membatasi kebebasan berpendapat.
-
Platform digital harus lebih transparan dan aktif dalam memerangi konten berbahaya tanpa melanggar hak pengguna.
-
Masyarakat sipil dan media harus terus mendorong literasi digital dan cek fakta sebagai budaya baru dalam mengonsumsi informasi.
-
Individu pengguna internet wajib bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Jangan asal klik dan share.
Menuju Demokrasi Digital yang Sehat
Agar demokrasi digital tetap sehat dan bermakna, diperlukan beberapa langkah strategis:
-
Pendidikan literasi digital sejak dini, termasuk kemampuan mengenali sumber tepercaya dan berpikir kritis terhadap informasi.
-
Penguatan jurnalisme independen untuk menjadi sumber rujukan di tengah banjir informasi.
-
Kolaborasi antaraktor—pemerintah, masyarakat, dan platform digital—untuk membuat ekosistem informasi yang lebih sehat.
-
Transparansi algoritma oleh perusahaan teknologi agar masyarakat lebih memahami bagaimana informasi dikurasi.
Demokrasi digital adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memperluas partisipasi dan kebebasan. Di sisi lain, ia membuka celah bagi manipulasi dan disinformasi. Keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab adalah kunci. Masa depan demokrasi bukan hanya ditentukan di kotak suara, tetapi juga di layar ponsel kita.CariFakta.com
